STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN
PERKAWINAN
Saya (WNI) menikah dengan WNA Prancis di Jepang. Kami berdua beragama Kristen
Katolik, tetapi kami tidak melangsungkan perkawinan menurut hukum agama
(pernikahan di gereja). Perkawinan ini telah didaftarkan di kedutaan besar
masing-masing di Jepang. Kami masih akan berdomisili di Jepang dalam minimal
1-2 tahun mendatang. Setelahnya, kami masih belum memutuskan, tetapi kami
sepakat bahwa anak di kemudian hari akan dilahirkan dan dibesarkan di Prancis.
Sehubungan
dengan ini, saya ingin menanyakan 2 hal.
- 1. Mengenai status kesahan perkawinan saya menurut hukum perkawinan Indonesia.
a. Dengan
kondisi di atas, menurut UU no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan Bab 1,
Pasal 2, ayat 1 dan 2, apakah perkawinan tersebut belum sah karena belum
didaftarkan di Catatan Sipil di Indonesia (walaupun telah didaftarkan di
Kedubes Indonesia di Jepang)? Apakah proses pencatatan sipil hanya bisa
diadakan di Indonesia, dan harus dihadiri oleh kedua belah pihak yang menikah?
b. Apakah
kerugian dan keuntungan saya jika mendaftarkan catatan sipil di Indonesia? Jika
saya tidak mendaftarkan catatan sipil, apa saja konsekuensi negatifnya, khususnya
terhadap anak yang dilahirkan kelak, terutama dalam kejadian misalkan
perceraian atau salah satu pihak meninggal?
- 2. Saya ingin menanyakan mengenai pembuatan surat kontrak atau perjanjian perkawinan
· Dengan kondisi di atas, berdasarkan
hukum negara mana sebaiknya kami membuat perjanjian perkawinan? Misalnya
Indonesia, apakah betul bahwa hal tersebut hanya mungkin dilaksanakan sebelum
atau bersamaan dengan pendaftaran catatan sipil? Dengan kata lain, jika saya
sudah mendaftarkan catatan sipil, lalu setelahnya ingin membuat perjanjian
perkawinan, ini tidak dapat dilaksanakan menurut hukum Indonesia? Selanjutnya apakah
perjanjian perkawinan berdasarkan hukum Indonesia hanya dapat dibuat di
Indonesia, dan dihadiri atau ditanda tangani di Indonesia? Atau apakah
sebaiknya dibuat berdasarkan hukum Prancis karena kami berencana melahirkan dan
membesarkan anak di Prancis? Atau di Jepang karena kami menikah di Jepang dan
masih akan berdomisili di Jepang dalam beberapa tahun mendatang?
· Apakah perjanjian pernikahan yang dibuat
di negara A berdasarkan hukum negara tersebut, hanya efektif dan sah selama
digunakan di negara A tersebut? Tanpa kepastian tentang di negara mana masalah
yang memerlukan penggunaan perjanjian perkawinan terjadi, bagaimana
masing-masing pihak melindungi hak dasar dirinya dan anaknya di kemudian hari,
misalnya dalam kasus perceraian atau kematian salah satu pihak lainnya?
· Apakah perjanjian pernikahan tersebut
(terlepas dibuat di mana pun, berdasarkan hukum negara mana pun) adalah yang
paling kuat secara hukum dibanding hukum perkawinan negara tertentu?
· Atau apakah ada hukum internasional yang
mengatur pernikahan dan perjanjian pernikahan?
PENYELESAIANNYA
Sebelumnya, anda sungguh beruntung tidak menikah dengan
orang yang berbeda agama karena dilarang di Indonesia. Sejak diberlakukannya
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan beda agama dilarang, tapi perkawinan
antar warga negara Indonesia dengan Warga Negara Asing selama memenuhi
syarat-syarat hukum Indonesia boleh dilakukan berdasarkan pasal 57-62 UU No. 1
tahun 1974.
Pertama-tama harus anda ketahui, atas perkawinan WNI yang
dilangsungkan di Luar Negeri berlaku Pasal 56 UU No. 1 Tahun 1974 yang mengatur
untuk setiap perkawinan WNI di luar negeri berlaku asas lex loci celebrationis.
Asas ini berarti perkawinan harus dilaksanakan berdasarkan hukum negara dimana
perkawinan dilangsungkan, dalam kasus ini Hukum Jepang. Hukum Perkawinan
Jepang, lewat Horei Law hanya mengatur perkawinan secara perdata dan menjunjung
tinggi pilihan hukum yang dilakukan para pihak. Sehingga perkawinan anda secara
formil telah sah. Tapi pelaksanaan pasal 56 tersebut harus didahului oleh
pelaksanaan pasal 60 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan untuk setiap WNI yang
hendak menikah harus memenuhi persyaratan materiil dan konsepsi perkawinan yang
ditentukan oleh UU No. 1 tahun 1974. Sekedar informasi, syarat materiil yang
harus anda penuhi adalah menikah tidak dalam paksaan, anda cakap bertindak
alias berusia 15 tahun keatas dan berpikiran sehat, tidak sedang terikat dalam
perkawinan, atau telah lewat 300 hari sesudah putusnya perkawinan lama.
Konsepsi perkawinan yang harus anda anut adalah bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami dan
isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena konsepsi ini, perkawinan di
Indonesia haruslah sah menurut hukum agama. Setelah sah berdasarkan hukum agama barulah muncul keharusan untuk
mencatatkan perkawinan ke kantor catatan sipil. Kedutaan Besar bukanlah kantor catatan
sipil. Tapi catatan sipil yang harus anda datangi adalah Catatan Sipil Jepang,
bukan catatan sipil Indonesia. Akta yang dikeluarkan oleh Catatan Sipil Jepang
berlaku universal, tapi agar dapat memiliki akibat hukum di Indonesia,
perkawinan anda harus didaftarkan ke buku pendaftaran di Perwakilan RI dan
dilaporkan ke Catatan Sipil Indonesia, yaitu di wilayah asal anda (misalnya:
Kantor Catatan Sipil Jakarta Barat, Bogor, Bekasi, dst).
Pelaporan perkawinan biasanya dilakukan dalam jangka
setahun setelah pasangan kembali ke Indonesia ke daerah asal WNI. Untuk
melaporkan perkawinan anda di Kantor Catatan Sipil Jakarta menurut pasal 72
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 16 Tahun 2005 diperlukan dokumen-dokumen
Bukti Pengesahan Perkawinan di Luar Indonesia, Kutipan Akta Kelahiran, Kartu
Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk, Kutipan Akta Perceraian atau Kutipan Akta
Kematian suami/istri bagi mereka yang pernah kawin, Paspor Kedua Mempelai, dan
Pas Photo berdampingan ukuran 4x6cm sebanyak empat lembar. Sebaiknya pelaporan memang dihadiri oleh kedua mempelai
secara langsung. Namun jika tidak ada rencana kembali ke Indonesia dalam waktu
dekat, mungkin pemberian kuasa khusus kepada advokat atau konsultan hukum dapat
dipertimbangkan sebagai opsi.
Keuntungan melaporkan perkawinan anda di Indonesia baru
terasa kelak jika anda ingin bercerai. Jika perkawinan anda sah dan telah
dilaporkan, pengadilan Indonesia akan tanpa ragu menerima permohonan cerai
anda. Jika tidak dilaporkan, ada kemungkinan Pengadilan Indonesia menyatakan
tidak berwenang terhadap permohonan cerai sehingga anda terpaksa harus kembali
ke Jepang hanya untuk bercerai. Terhadap anak,
pelaporan perkawinan juga diperlukan sehingga status dwikewarganegaraannya
diketahui. Lalu dengan diketahuinya status dwikewarganegaraan, anak anda
nantinya dapat memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan WNI lainnya seperti
misalnya memiliki tanah. Jika status WNInya tidak diketahui, ia nantinya akan
kesulitan untuk menerima warisan atau melakukan perbuatan hukum apa pun yang
menyangkut tanah atau apapun yang dibatasi untuk orang asing.
Perjanjian Perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh
suami istri untuk mengatur akibat perkawinan mengenai harta kekayaan.
Pada dasarnya, perjanjian hukum perkawinan dibuat untuk mengadakan penyimpangan
tentang persatuan harta kekayaan dalam KUHPerdata. Tapi dalam pasal 29 UU No. 1
tahun 1974, perjanjian kawin diatur secara sederhana agar dapat dikembangkan. Tapi, walaupun dapat dikembangkan, perjanjian kawin hanya
boleh mengatur tentang harta kekayaan. Hal ini disebabkan karena ingin
menyimpangi ketentuan tentang persatuan harta setelah perkawinan. Untuk alasan
ini, perjanjian perkawinan harus dilakukan sebelum atau pada saat perkawinan
dilangsungkan. Pasal 1395 Code Civil Perancis kurang lebih juga
menyatakan perjanjian kawin hanya boleh dilakukan sebelum perkawinan terjadi.
Selain itu, secara umum, Code Civil Perancis mengatur perjanjian kawin sebagai
hukum yang berlaku atas harta perkawinan, bukan atas hukum atau cara mendidik anak.
Secara internasional, Perancis juga tunduk pada the Hague
Convention on the Law Applicable to Matrimonial Property Regimes. Pasal 3
Konvensi di atas juga dengan tegas menyatakan perjanjian perkawinan harus
dilaksanakan sebelum perkawinan berlangsung. Jika tidak dibuat sebelum menikah
maka atas harta kekayaan mempelai setelah kawin harus diatur mengikuti tempat
tinggal tetap mempelai setelah menikah atau hukum negara yang paling banyak
terkait.
Di Jepang,
Hukum Horei memperbolehkan pasangan yang menikah di Jepang untuk memilih hukum
yang berlaku atas harta kekayaan mereka setelah menikah. Namun pilihan terbatas
pada hukum tempat tinggal tetap, hukum asal kewarganegaraan, atau menyangkut
benda tidak bergerak seperti tanah, hukum tempat kedudukan tanah. Perjanjian
perkawinan yang sah tetap valid walaupun pasangan mempelai telah pindah ke
negara lain jika telah didaftarkan di Jepang.
Jadi, dengan hukum negara mana pun, perjanjian perkawinan sudah tidak dapat
lagi dilakukan. Sebaiknya anda menghubungi konsultan hukum anda atau anda dapat
menghubungi salah satu konsultan hukum yang ada dalam direktori hukumonline,
untuk membantu anda lebih lanjut. Semoga bermanfaat.
SUMBER :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5114/status-perkawinan-internasional-dan-perjanjian-perkawinan